PENERAPAN
PENDEKATAN SCIENTIFIC DENGAN MEDIA
REALIA
UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
SISWA
KELAS V SD NEGERI BLOTONGAN
03
KECAMATAN
SIDOREJO KOTA SALATIGA
SEMESTER II TAHUN
PELAJARAN
2013/2014
Azhar
Sulistiyono
Mahasiswa
S1 PGSD FKIP UKSW Salatiga
Email: Azharssty@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan
penelitian adalah meningkatkan hasil belajar matematika melalui pendekatan scientific dengan media
realia siswa
kelas V SD Negeri Blotongan
03 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga semester II tahun pelajaran 2013/2014.
Jenis
penelitian ini adalah PTK kolaboratif yang menggunakan model dari Kemmis dan Mc
Taggart dalam Arikunto yang terdiri dari 4 tahap yakni perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus
yang masing-masing siklusnya terdiri dari 2 pertemuan. Subjek penelitian ini
siswa kelas V SD Negeri Blotongan 03 sebanyak 27 siswa. Teknik pengumpulan data
dengan dokumentasi, observasi, dan tes. Teknik analisis yang digunakan adalah
deskriptif komparatif.
Hasil
penelitian ini menunjukkan terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran matematika kelas V semester II tahun pelajaran 2013/2014. Melalui
pendekatan scientific dengan media realia terlihat hasil perbandingan antar
siklus yakni ketuntasan belajar klasikal pada kondisi pra siklus 41%, skor
rata-rata sebesar 55, skor makasimal sebesar 87, skor minimal sebesar 30. Pada
siklus I ketuntasan belajar klasikal sebesar 81%, skor rata-rata sebesar 71,
skor maksimal sebesar 95, dan skor minimal sebesar 50. Sedangkan ketuntasan
belajar klasikal pada siklus II sebesar 93%, skor rata-rata sebesar 80, skor
maksimal sebesar 100, dan skor minimal sebesar 56.
Kata
Kunci: Pendekatan Scientific, Media Realia,
Hasil Belajar Matematika.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah
Bebagai
usaha telah dilaksanakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)
untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Banyak hal yang ditempuh untuk
mencapai tujuan tersebut diantaranya adalah peningkatan kualitas kemampuan
guru, perbaikan sistem pengajaran, dan pembaharuan kurikulum. Pembaharuan
kurikulum merupakan langkah yang dilakukan oleh Kemdikbud mulai pada tahun 2013
yang sangat ramai-ramai dibicarakan oleh masyarakat Indonesia terutama pelaku
dunia pendidikan. Kurikulum 2013 ini menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan diharap dapat
membuat siswa lebih bergairah dan berkembang sepenuhnya selama pembelajaran
berlangsung dan dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Proses
pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang pendidikan dilaksanakan
dengan menggunakan pendekatan scientific.
Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge). Dalam proses pembelajaran
berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasii substansi atau
materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘’mengapa’’. Ranah keterampilan
menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu
tentang ‘’bagaimana’’. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau
materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘apa’. Hasil akhirnya adalah
peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki
kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensii
sikap, keterampilan dan pengetahuan (Kemdikbud, 2013).
Menurut Iskandar (2008: 16) pendekatan
ilmiah (scientific) merupakan suatu
proses penyelidikan secara sistematik yang terdiri dari bagian-bagian yang
saling bergantung. Pendekatan scientific
dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud
meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk
jejaring untuk semua mata pelajaran.
Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi
tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan
secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran
harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah (Kemdikbud,
2013).
Mata pelajaran matematika perlu diberikan
kepada semua siswa sejak dini untuk membekali siswa dengan kemampuan berfikir
logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah,
tidak pasti dan kompetitif (Depdiknas, 2006: 416). Matematika adalah ilmu
universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting
dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir (Suparni dan Ibrahim, 2012: 35).
Dalam kegiatan pembelajaran matematika
di kelas V SD Negeri Blotongan 03 Salatiga semester 1 tahun pelajaran 2013/2014
, hasil ulangan tengah semester siswa
rata-rata hanya 55. Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran
matematika kelas V adalah 61. Dari 27 siswa hanya 11 siswa yang tuntas (≥ KKM
61) selebihnya 16 siswa belum tuntas (<KKM 61). Hal ini menunjukan bahwa
hasil belajar siswa pada mata pelajaran masih jauh dari apa yang diharapkan
karena 59% siswa yang mendapat nilai dibawah KKM. Data tersebut berdasarkan
buku administrasi UTS dan UAS semester 1 & 2 kelas V tahun pelajaran
2013/2014
Berdasarkan
hasil observasi saat pelaksanaan PPL pada hari senin 24 september 2013, guru di
kelas V SD Negeri Blotongan 03 Salatiga dalam pembelajaran matematika
menerapkan model pembelajaran konvensional atau ceramah
dan tidak menggunakan media. Selain itu siswa dalam pembelajaran matematika
hanya diberikan latihan-latihan soal atau sering disebut dengan driil soal, sehingga
siswa cenderung kurang menyukai pembelajaran matematika dan kurang aktif. Hal ini sejalan dengan
pendapat Slettenhaar (Asri, 2013: 4) yang menyatakan bahwa pada model pembelajaran
sekarang ini, umumnya aktivitas siswa hanya mendengar dan menonton penjelasan
guru, kemudian guru menyelesaikan sendiri dengan satu cara penyelesaian dan
memberi soal latihan untuk diselesaikan sendiri siswanya. Kondisi pembelajaran
seperti ini kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi
pemahaman matematikanya sendiri. Hal ini dapat menyebabkan siswa untuk banyak
menghafal tanpa memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Bertitik tolak dari kelemahan
pengajaran klasikal di mana siswa kurang mendapat pelayanan sesuai dengan
kemampuan, bakat dan minatnya, maka perlu adanya pengajaran dengan pendekatan
yang tepat. Pendekatan scientific dalam kurikulum 2013 merupakan pendekatan
yang diterapkan saat ini karena siswa dituntut aktif dalam pembelajaran dan
dapat mengembangkan komunikasi matematika siswa sehingga materi matematika akan
lebih tertanam dalam diri siswa. Selain pendekatan yang tepat, pembelajaran
matematika sebaiknya menggunakan media
sebagai alat bantu dalam pembelajaran agar anak dapat berkembang secara
optimal, sesuai dengan potensi mereka masing-masing.
Menurut Sudono (2008: 44) agar tujuan
pembelajaran tercapai dan tercapainya proses belajar mengajar yang tidak
mmembosankan, guru dapat menggunakan media secara tepat. Digunakanya media
dalam pembelajaran yaitu agar dapat menjembatani antara konsep konsep materi
yang abstrak menjadi konkrit, sehingga anak dapat memahami materi yang
disajikan guru. Untuk itu, maka penggunaan media dalam proses pembelajaran
diperlukan demi terciptanya tujuan pembelajaran secara optimal.
Media realia merupakan benda nyata yang
digunakan sebagai bahan ajar dan memberikan pemahaman langsung bagi siswa.
Menurut Kemp (Winnuly, 2013: 2) media realia merupakan bentuk nyata dari orang,
benda dan alat nyata serta model tiruan benda ali yang diperkecil maupun
diperbesar sesuai kebutuhan dalam pembelajaran. Media realia berfungsi sebagai
pendukung terlaksananya pembelajaran menggunakan pendekatan scientific sehingga pengalaman siswa
bersifat langsung dan nyata. Siswa memperoleh pengalaman pembelajaran yaitu
dapat meraba dan menyentuh secara langsung sehingga pemahaman lebih meningkat.
Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut maka penulis mengadakan penelitian tindakan kelas (classrooom action research) dengan judul
“Penerapan Pendekatan Scientific dengan Media Realia Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota
Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014”.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil belajar matematika
melalui pendekatan scientific dengan
media realia siswa kelas V SD Negeri Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga semester II tahun pelajaran
2013/2014.
Manfaat Penelitian
1. Bagi Guru
a. Untuk menemukan solusi untuk meningkatkan
pemahaman siswa terhadap konsep yang diajarkan dalam pembelajaran khususnya
matematika.
b. Memberikan manfaat berupa penambahan
wawasan dan pengalaman menerapkan pendekatan scientific dalam pembelajaran..
c. Guru dimudahkan dalam menyampaikan materi pembelajaran dengan media realia
2. Bagi Sekolah
a. Sebagai masukan dalam rangka
mengefektifkan pembelajaran yang lebih bermakna dalam pelaksanaan pembelajaran
dengan mengkaitkan materi dengan lingkungan konkret dengan pendekatan scientific.
b. Perbaikan pembelajaran dengan media realia
sebagai langkah awal untuk meningkatkan prestasi sekolah.
3. Bagi Siswa
a. Bagi siswa dapat digunakan sebagai
motivasi belajar supaya tidak mengalami kesulitan belajar matematika dengan
media realia.
b. Dapat memberikan manfaat berupa pengalaman
pembelajaran yang lebih konkrit setelah mengikuti tindakan pembelajaran dengan
menerapkan pendekatan scientific.
c. Hasil belajar siswa mata pelajaran
matematika menjadi meningkat.
TINJAUAN
PUSTAKA
Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar
Matematika
adalah ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai
peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Perkembangan pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini
dilandasi oleh perkembangan matematika di teori bilangan, aljabar, analisis,
teori peluang dan matematika diskrit (Suparni dan Ibrahim, 2012: 35). Menurut Bruner
(Pitadjeng, 2006: 26)
belajar matematika adalah belajar tentang struktur-struktur matematika yang
terdapat didalam materi yang dipelajari
serta mencari hubungan hubungan antara konsep-konsep dan struktur
matematika. Bruner melukiskan anak-anak berkembang dalam belajar konsep
matematika melalui tiga tahap, yaitu enaktive, ikonik, dan simbolik. Tahap
enaktive yaitu tahap belajar dengan memanipulasi benda atau obyek konkret,
tahap ikonik yaitu tahap belajar dengan menggunakan gambar, dan tahap simbolik
yaitu tahap belajar matematika melalui manipulasi lambang atau simbol.
Menurut Suparni dan Ibrahim (2012: 35) tujuan
pembelajaran matematika di sekolah dasar antara lain yaitu untuk membekali
peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis,dan
kreatif serta kemampuan bekerjasama. Adapun standar kompetensi lulusan SD/MI
dalam dokumen pada KTSP (Suparni dan Ibrahim, 2012: 37) adalah sebagai
berikut :
1. Memahami
Konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya, serta menggunakanya dalam
pemecahan maslah dalam kehidupan sehari-hari.
2. Memahami
bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifat-sifatnya, serta
menerapkanya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
3. Memahami
konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume, sudut, waktu,
kecepatan, debit, serta mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah kehidupan
sehari-hari.
4. Memahami
konsep koordinat untuk menentukan letak benda dan menggunakannya dalam
pemecahan maslah kehidupan sehari-hari.
5. Memahami
konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel, rentangan data, rerata
hitung, modus, serta menerapkannya salam pemecahan masalah kehidupan
sehari-hari.
6. Memiliki
sikap menghargai matematika dan kegunaanya dalam kehidupan.
7. Memiliki
kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif.
Banyak orang yang tidak menyukai
Matematika, termasuk siswa yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Mereka
menganggap Matematika adalah pelajaran yang sulit dan menakutkan. Anggapan ini
membuat mereka merasa malas untuk belajar Matematika.
Menurut Kline (Pitadjeng, 2006: 1) belajar akan
efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan. Sedangkan menurut
Pitadjeng (2006: 3) orang yang belajar akan merasa senang jika memahami apa
yang dipelajari. Pendapat keduanya juga berlaku bagi siswa Sekolah Dasar yang
sedang belajar matematika. Oleh karena itu, di dalam belajar anak diberi
kesempatan untuk merencanakan dan menggunakan cara belajar yang mereka senangi.
Selain itu, guru dalam mengajarkan Matematika harus mengupayakan agar siswa
dapat memahami dengan baik materi yang sedang dipelajari. Untuk menciptakan suasana
belajar yang menarik dan menyenangkan,guru harus pandai dalam memilih
pendekatan, metode, media yang akan digunakan dalam mengajar. Dalam pelajaran
matematika sangat diperlukan media
belajar yang berbentuk kongkret yang dapat dimanipulasikan anak anak
untuk dapat meahami konsep matematika (Pitadjeng, 2006: 78). Dan pedekatan pembelajaran matematika
hendaknya diperhatikan inti dari proses belajar mengajar ialah adanya kegiatan
siswa belajar , artinya berpusat pada siswa, nbukan kepada guru yang mengajar
(Sudjana, 2011: 158).
Berdasarkan uraian penjelasan tentang
pembelajaran matematika yang dikemukakan oleh para ahli, pada dasarnya
pembelajaran matematika hanyalah sebuah proses dimana individu yang belajar
diberikan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh kompetensi dari
bahan, konsep matematika yang dipelajari tetapi dalam mempelajari konsep
matematika diperjelas oleh Bruner bahwa anak dalam mempelajari konsep
matematika melalui tiga tahap yang salah satunya adalah enaktif. Dalam enaktif ini
merupakan suatu tahap dimana anak secara langsung memanipulasi benda-benda
konkret atau situasi yang nyata karena pada dasarnya pembelajaran matematika
memiliki kajian yang abstrak ditambah lagi pemikiran anak SD masih dalam taraf
berfikir secara konkret sehingga guru hendaknya mengurangi keabstrakan dari
materi yang disampaikanyaitu salah satunya dengan menggunakan media. Peneliti
beranggapan bahwa dalam pembelajaran matematika yang pendekatan scientific dengan bantuan media realia, siswa akan lebih efektif mudah
memahami materi, konsep yang disampaikan oleh guru, oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa dalam pembelajaran matematika hendaknya guru menyajikan
materi pelajaran dengan menghadapkan siswa pada benda-benda yang konkret atau
situasi nyata karena dengan memberikan benda-benda yang konkret, sehingga siswa
akan lebih mudah dalam memahami materi, konsep yang disampaikan oleh guru..
Pencapaian tujuan matematika dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik
yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam
Kompetensi Dasar (KD). SK dan KD untuk mata pelajaran matematika yang diitujukan bagi siswa kelas V SD
disajikan melalui tabel 1 berikut ini:
Tabel 1
Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika
Kelas
V Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Bilangan
5. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah
|
5.1 Mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal
serta sebaliknya
5.2 Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk
pecahan
5.3 Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan
5.4 Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan
dan skala
|
Geometri dan Pengukuran
6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar
bangun
|
6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar
6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang
6.3 Menentukan jaring-jaring berbagai bangun ruang
sederhana
6.4 Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan dan simetri
6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
bangun datar dan bangun ruang sederhana
|
Hasil Belajar
Hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011: 22). Hasil belajar merupakan pencapaian
bentuk perubahan perilaku yang cenderung menatap dari ranah kognitif, afektif, dan
psikomotoris dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu (Jihad dan
Haris,2013: 14).
Menurut Gagne (Purwanto, 2013: 2) hasil
belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada
stimulus yang ada dilingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk
mengasimilasi stimulus-stimulus bareu dan menentukan didalam dan diantara
kategori-kategori. Menurut Winkel dalam Purwanto (2013: 45) mengemukakan bahwa
hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam hal
sikap dan tingkah lakunya. Sedangkan menurut Kingsley dalam Sudjana (2011: 22)
membagi tiga macam hasil belajar mengajar: Keterampilan dan kebiasaan,
Pengetahuan dan pengarahan, Sikap dan cita-cita.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah merupakan kemampuan, sikap, dan keterampilan yang
diperoleh siswa
dan terbentuknya konsep baru setelah siswa
menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dengan pengalaman belajarnya
sisiwa dapat mengkonstruksikan pengetahuan
yang diperoleh untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Sudjana
(2011: 39) Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor
yakni dari faktor dari dalam siswa itu sendiri dan faktor yang datang dari luar
diri siswa atau lingkungan. Faktor yang datang dari dalam diri siswa terutama
kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya
terhadap hasil belajar yang dicapai.
Pendekatan
Scientific Dalam Pembelajaran
Menurut
Iskandar (2008: 16) pendekatan scientific
(ilmiah) adalah suatu proses
penyelidikan secara sistematik yang terdiri atas bagian bagian yang
saling bergantung (interdependent),
ini adalah metode yang berkembang dan berhasil dalam memahami pendidikan kita
yang semakin rumit.
Secara
sederhana pendekatan ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme untuk
mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode
ilmiah. Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai
non ilmiah. Pendekatan non ilmiah dimaksud meliputi semata-mata berdasarkan
intuisi, akal sehat, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir
kritis. Perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa
mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output). Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan
penilaian otentik (authentic assesment)
yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh (Permen
No.65 Tahun 2013).
Pembelajaran
merupakan proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi
pendekatan ilmiah dalam pembelajaran (Kemdikbud, 2013). Pendekatan ilmiah
diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan,
dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi
kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran
deduktif (deductive reasoning).
Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang
spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi
spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya,
penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang
lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian
spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum.
Metode
ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas fenomena atau gejala,
memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya.
Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang
dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang
spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serial
aktivitas pengoleksian data melalui observasi dan ekperimen, kemudian
memformulasi dan menguji hipotesis.
Proses
pembelajaran harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan
ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan,
dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran
harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria
ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut
ini (Kemendikbud, 2013):
1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta
atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu;
bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi
edukatif guru-pes erta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta,
pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir
secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami,
memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu
berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain
dari substansi atau materi pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu
memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan
objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang
dapat dipertanggungjawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan
jelas, namun menarik sistem penyajiannya.
Pendekatan scientific pada kurikulum 2013 yang
diterapkan di Indonesia menjabarkan langkah-langkah pembelajaran tersebut
menjadi lima, yaitu: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan
mengkomunikasikan atu membentuk jejaring (Kemendikbud, 2013). Langkah-langkah
pendekatan scientific pembelajaran
dijelaskan di bawah ini:
1. Mengamati, Aktivitas
mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Aktivitas ini
memiliki keunggulan tertentu, seperti
menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan
mudah pelaksanaannya.
2. Menanya, Guru yang efektif mampu
menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap,
keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula
dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik.
3. Menalar, Istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada kurikulum 2013
dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau
pembelajaran asosiatif. Menalar
secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus- kasus yang
bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara
induktif lebih banyak berpijak pada
observasi inderawi atau pengalaman empirik. Menalar secara deduktif merupakan cara menalar dengan
menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum
menuju pada hal yang bersifat khusus.
4. Mencoba, Untuk
memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba
atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai.
Pada mata pelajaran Matematika, misalnya peserta didik harus memahami
konsep-konsep Matematika dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta
didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan
tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah
untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
5. Membentuk jejaring, Membentuk jejaring akan mempertajam daya nalar peserta didik.
Di sinilah esensi bahwa guru dan peserta didik dituntut mampu memaknai hubungan
antarfenonena atau gejala, khususnya hubungan sebab-akibat.
Media Realia Dalam
Pembelajaran Matematika
Media realia merupakan media yang ditampilkan merupakan
benda nyatanya. Menurut Kemp
(Winnuly, 2013: 2) “Media realia merupakan bentuk nyata dari orang, benda dan alat nyata serta
model tiruan benda ali yang diperkecil maupun diperbesar sesuai kebutuhan dalam
pembelajaran”. Menurut
Indriana (2011: 15) media realia adalah benda nyata yang digunakan sebagai
bahan atau sumber belajar. Pemanfaatan media realia tidak harus dihadirkan
secara nyata dalam ruang kelas, melainkan dapat juga dengan cara mengajak siswa
melihat langsung (observasi) benda nyata tersebut ke lokasinya.
Penggunaan media realia merupakan alat peraga yang paling
tepat karena peserta didik dapat langsung mengamati benda aslinya/nyatanya. Upaya ini dilakukan
melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistik.
Suryanto (Supinah, 2008: 15) menyatakan bahwa “dunia nyata dalam arti
sehari-hari dan dunia yang dapat dibayangkan siswa ini disebut dunia nyata
siswa". Dunia nyata siswa inilah yang menjadi starting point (titik awal
atau titik tolak) dalam pengembangan konsep-konsep atau gagasan-gagasan
matematika dalam pembelajaran matematika realistik.
Dalam memahami
karakteristik media realia dalam pembelajaaran matematika, harus juga dipahami
mengenai makna dari pembelajaran matematika tersebut Pembelajaran matematika
merupakan upaya penataan lingkungan agar proses belajar atau pembentukan
pengetahuan dan pemahaman matematika oleh siswa berkembang secara optimal untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Indriana, 2011: 15).
Dalam pembelajaran
matematika dengan media realia siswa dihadirkan dengan benda nyata, tetapi
siswa juga dapat melangsung ke obyek. Kelebihan dari media realia diterapkan
dalam pembelajaran matematika pokok bahasan bangun ruang dapat memberikan
pengalaman nyata kepada siswa. Misalnya untuk mempejari sifat-sifat bangun
ruang kerucut, siswa dapat menemukan sendiri jawaban tersebut dengan melihat,
meraba, menganalisis benda dengan sifat-sifat sama dengan bangun ruang tersebut
seperti topi ulang tahun, marka lalu lintas, caping ataupun dengan diorama
bangun ruang kerucut yang sudah dipersiapkankan guru. Sehingga materi yang
dipelajari akan lebih tertanam pada diri siswa dan tidak cepat lupa.
Setiap media yang digunakan
dalam pembelajaran akan mencapai keberhasilan apabila sesuai dengan materi yang
tepat. Media realia mempunyai kelebihan dan keterbatasan, namun apabila
disesuaikan dengan materi yang akan digunakan maka dapat mengurangi keterbatasan
yang terjadi. Media realia dalam pembelajaran ini yang menyesuaikan Kompetensi
Dasar matematika kelas V semester 2 mengidentifikasi sifat-sifat bangun
ruang adalah model bangun ruang dalam
bentuk diorama dan juga benda yang ada dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk
bangun ruang tabung, kerucut, prisma dan limas.
METODE
PENELITIAN
Jenis Penelitian
Peneliti menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas kolaboratif. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
kolaboratif yaitu kerja sama antara peneliti dengan guru kelas. Hal itu
senada dengan pendapat Arikunto (2006: 96) yang menyatakan penelitian tindakan
yang baik apabila dilakukan dalam bentuk
kolaborasi dimana pihak yang melakukan tindakan adalah guru sendiri,
sedangkan yang melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan
adalah peneliti, bukan guru yang sedang melakukan tindakan.
Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian tindakan kelas ini adalah siswa
kelas V SD Negeri Blotongan 03 semester II tahun pelajaran 2013/2014.
Karakteristik siswa kelas V ini adalah berumur antara 10 tahun sampai 12 tahun dengan jumlah 27 siswa yang terdiri atas 15 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Rata-rata hasil belajar pada mata
pelajaran matematika di SD Negeri Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo masih perlu
di tingkatkan(<KKM 61). Berdasarkan wawancara dengan guru kelas dan kepala sekolah Sebagian besar orang tua siswa bekerja
sebagai pedagang, buruh pabrik, dan menjadi TKI.
Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, variabel
bebasnya adalah Pendekatan Scientific
dan Media
Realia. Variabel
dependen atau variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil
belajar matematika .
Prosedur Penelitian
Penelitian
ini direncanakan akan dilaksanakan dalam dua siklus,
tiap siklus terdiri 2 pertemuan. Konsep pokok penelitian tindakan menurut Kemmis dan Mc Taggart
(Arikunto , 2006: 97) terdapat empat langkah (dan pengulanganya) Penelitian,
meliputi: perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing),
dan refleksi (reflecting).
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah :
1. Metode Dokumentasi,
ini dilakukan
untuk mengetahui kondisi awal subjek yang diteliti. Metode dokumen dalam
penelitian ini dilakukan peneliti dengan cara meminta data awal nilai hasil
belajar UTS siswa pada mata pelajaran matematika disemester pertama.
2. Metode Observasi,
ini digunakan
untuk mengetahui tingkat perkembangan guru dan siswa dalam mata pelajaran
matematika dengan menggunakan penerapan pendekatan scientific dan media realia. Observer
melakukan pengamatan pada setiap pertemuan. Melalui pengamatan tersebut
observer mampu mengetahui bagaimana sikap anak dalam pembelajaran dan guru
dalam mengajar.
3. Metode Tes,
ini digunakan
untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi sifat bangun ruang. Tes yang
digunakan dalam penelitian ini yakni posttest. Posttest digunakan
mengukur kemampuan siswa setelah diberi pembelajaran sifat bangun ruang
menggunakan pendekatan scientific
dengan media realia.
Adapun instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini
akan diuraikan sebagai berikut:
1.
Lembar Observasi, ini digunakan
untuk mengamati kegiatan guru dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran
menggunakan pendekatan scientific dengan
media relia yang berlangsung
sampai akhir pembelajaran. Pengisian lembar observasi ini dengan
memberikan tanda checklist (√) pada kolom jawaban sesuai hasil yang diamati
observer terhadap aktivitas guru dan siswa pada setiap pertemuan.
2.
Tes, ini digunakan untuk mengukur tingkat
ketercapaian penggunaan pendekatan scientific dengan media realia dalam meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika.
Indikator Kerja
Untuk mengukur keberhasilan tiap-tiap siklus dalam
penelitian tindakan kelas ini, tolok ukurnya adalah Sistem belajar tuntas yaitu
pencapaian nilai KKM ≥ 61. Keberhasilan belajar diukur apabila setiap siswa
telah mencapai nilai ≥61 maka dikatakan berhasil tuntas dan secara klasikal
apabila sebanyak 80% siswa telah mencapai nilai lebih atau sama dengan 61 maka
dikatakan tuntas secara klasikal.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif komparatif, yakni teknik statistik dengan membandingkan hasil
dari pra siklus, siklus I, dan siklus II dengan menggunakan prosentase
ketuntasan belajar klasikal, skor
rata-rata, skor maksimal, skor minimal, dan standar deviasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Untuk mengetahui hasil
penelitian ini, lihat perbandingan Hasil Belajar Pra Siklus, Siklus I, dan
Siklus II pada tabel 2 di bawah ini:
Tabel
2
|
||||
Perbandingan
Hasil Belajar Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II
|
||||
No
|
Nilai
|
Frekuensi
|
||
Pra Siklus
|
Siklus I
|
Siklus II
|
||
1
|
≥ 81
|
3
|
3
|
12
|
2
|
71-80
|
1
|
11
|
8
|
3
|
61-70
|
7
|
8
|
5
|
4
|
<61
|
16
|
5
|
2
|
Jumlah
|
27
|
27
|
26
|
|
Rata-rata
|
55
|
71
|
80
|
|
Standar Deviasi
|
17,7
|
12,2
|
12
|
|
Maksimal
|
87
|
95
|
100
|
|
Minimal
|
30
|
50
|
56
|
Tabel di atas menunjukkan
bahwa nilai tes pra siklus pada siswa kelas V di SD Negeri Blotongan 03
Salatiga, menunjukkan bahwa ada sebanyak 3 siswa mendapat nilai lebih dari 81,
pada siklus I terdapat 3 siswa yang mendapat nilai lebih dari 81 dan pada
siklus II sebanyak 12 siswa yang mendapat nilai lebih dari 81. Nilai tes pra
siklus memiliki rata-rata 55, selanjutnya pada siklus I rata-rata nilainya sebesar
71 dan pada siklus II rata-rata nilainya sebesar 80.
Selain itu pada tabel 2 dapat
diketahui standar deviasi hasil belajar pada pra siklus adalah sebesar 17,7
diikuti pada siklus I sebesar 12,2 dan pada siklus II standar deviasinya
sebesar 12. Nilai maksimal pada pra siklus adalah 87, pada siklus I adalah 95,
dan pada siklus II nilai maksimalnya sebesar 100. Sedangkan nilai minimal pra
siklus sebesar 30, kemudian siklus I sebesar 50 dan siklus II nilai minimalnya
sebesar 56. Perbandingan ketuntasan hasil belajar pra siklus, siklus I , dan
siklus II dilihat pada tabel 3dibawah ini:
Tabel
3
|
||||
Ketuntasan
Hasil Belajar Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II
|
||||
N0
|
Ketuntasan
(KKM ≥ 61 )
|
Jumlah
Siswa
|
||
Pra
Siklus
|
Siklus
I
|
Siklus
II
|
||
1
|
Tuntas (≥ 61)
|
11
|
22
|
25
|
2
|
Tidak Tuntas (< 61)
|
16
|
5
|
2
|
|
Total
|
27
|
27
|
27
|
Berdasarkan tabel 3 dapat
diketahui perbandingan hasil belajar pra siklus, siklus I, dan siklus II
mengalami peningkatan. Pada pra siklus hasil belajar siswa untuk mata pelajaran
Matematika yaitu dari 27 jumlah siswa kelas V sebanyak 11 siswa tuntas dan
sisanya 16 siswa belum tuntas. Pada siklus I meningkat menjadi 22 siswa ynag
tuntas dan 5 orang belum tuntas. Dan pada siklus II lebih meningkat yaitu 25
orang siswa tuntas dan hanya 2 orang yang belum tuntas.
Penjelasan tentang
ketuntasan hasil belajar siswa pra siklus, siklus I dan siklus II adalah jika
dilihat dari jumlah murid yang tuntas dan belum tuntas dapat dipahami bahwa ada
11 siswa yang tuntas dengan karakteristik aktif, ulet, mandiri, memiliki
percaya diri dan disiplin belajar yang tinggi. Dari 16 siswa yang tidak tuntas
pada siklus I terdapat 5 anak dengan
karakteristik kurang aktif, kurang percaya diri, kurang mandiri, kaku.
Sekalipun telah dilakukan pendekatan scientific
dengan media realia selama 2 siklus masih terdapat 2 siswa yang belum tuntas
dengan karakteristik siswa pasif, tidak mandiri dan selalu bergantung kepada
temannya. Berdasarkan
tabel 3 diatas tentang siswa tuntas dan tidak tuntas dapat dilihat pada gambar
sebagai berikut:
Gambar 1
Grafik Distribusi Perbandingan Ketuntasan Hasil Belajar
Pra Siklus, Siklus I, dan
Siklus II
Pada gambar diatas menunjukkan pembelajaran
menggunakan pendekatan scientific dengan
media realia dapat meningkatkan jumlah siswa yang tuntas dalam belajar dan
menurunya jumlah siswa yang tidak tuntas. Untuk melihat perbandingan nilai skor
maksimal dan pra siklus, siklus I, dan
siklus II terlihat pada grafik 2 dan 3 berikut ini:
Gambar 2
Grafik Perbandingan Skor Makasimal
Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II
Gambar 3
Grafik Perbandingan Skor Minimal
Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II
Berdasarkan gambar 2 dan 3 diatas menunjukkan bahwa setiap kenaikkan skor maksimal juga
diikuti skor minimal pada pra siklus, siklus I, dan siklus II. Hal ini berarti
penerapan pendekatan scientific dan
media realia berpengaruh terhadap kenaikan nilai siswa. Untuk mengetahui
standar deviasi penelitian ini, dapat dilihat pada gambar 4.10 dibawah ini:
Gambar 4
Grafik Perbandingan Standar Deviasi
Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II
Pada gambar 4
standar deviasi setiap siklus terus mengalami penurunan dari pra siklus 17,7
menjadi 12,2 pada siklus I dan pada siklus II menjadi 12. Hal ini berarti
penyimpangan skor pada setiap siklus mengalami penurunan.
Pembahasan
Dengan berdasarkan pada
hasil observasi sebelum adanya tindakan di kelas V SD Negeri Blotongan 03
Salatiga menyatakan bahwa hasil belajar siswa mata pelajaran Matematika rendah.
Hal ini terbukti dari 27 jumlah siswa kelas V terdapat 11 siswa tuntas mendapat
nilai di atas KKM dengan prosentase 41% dan 16 siswa belum tuntas dengan
prosentase 59%. Meskipun terdapat beberapa siswa yang tuntas tetapi terlalu
dekat dengan KKM, dan nilai rata ratanya adalah 55. Hal ini disebabkan cara
guru mengajar selalu menggunakan metode konvensional atau ceramah yang
mengakibatkan siswa pasif sehingga hasil belajar siswa rendah. Proses
pembelajaran matematika juga tidak dilengkapi dengan media peraga, sehingga
banyak siswa pasif dan bosan karena pembelajaran yang monoton sehingga hasil
belajar siswa rendah.
Ketuntasan hasil belajar
siswa pra siklus, siklus I dan siklus II adalah jika dilihat dari jumlah murid
yang tuntas dan belum tuntas dapat dipahami bahwa ada 11 siswa yang tuntas
dengan karakteristik aktif, ulet, mandiri, memiliki percaya diri dan disiplin belajar
yang tinggi. Dari 16 siswa yang tidak tuntas pada siklus I terdapat 5 anak
dengan karakteristik kurang aktif, kurang percaya diri, kurang mandiri, kaku.
Sekalipun telah dilakukan pendekatan scientific
dengan media realia selama 2 siklus masih terdapat 2 siswa yang belum
tuntas dengan karakteristik siswa pasif, kurang fokus dalam pembelajaran ,tidak
mandiri, asyik bermain sendiri, dan selalu bergantung kepada temannya.
Beberapa kelebihan yang
dimiliki pendekatan scientific diantaranya adalah mendorong siswa untuk
berpikir ilmiah melaluhi mengamati, menanya, menalar, mencoba dan membentuk
jejaring sehingga siswa lebih kritis, aktif kreatif serta bertanggung jawab
terhadap proses belajarnya. Pembelajaran dengan media realia membuat siswa
lebih mudah memahami materi karena dapat melihat secara nyata benda yang akan
dipelajari. Dari kelebihan pendekatan scientific dengan media realia tersebut
dapat menuntaskan nilai siswa yang sebelumnya belum tuntas. Peningkatan hasil
belajar siswa didapatkan dari perolehan hasil dari pra siklus, siklus I, dan
siklus II.
1. Siklus I, pada siklus I dengan penerapan pembelajaran melalui
pendekatan scientific dengan media realia pada mata pelajaran
Matematika di kelas V terjadi peningkatan yaitu sebesar 81% siswa tuntas dengan
jumlah 22 siswa dan sebesar 19% tidak tuntas dengan jumlah 5 siswa.
2.
Siklus II, pada siklus II dengan
penerapan pembelajaran melalui pendektan scientific
dengn media realia pada mata pelajaran Matematika di kelas V terjadi
peningkatan yaitu sebesar 93% siswa tuntas dengan jumlah 25 siswa dan 7% siswa
tidak tuntas dengan jumlah 2 siswa.
Dalam penelitian
ini hipotesis tindakan terbukti bahwa
penerapan pendekatan scientific
dengan media realia dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V
SD Negeri Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga semester II tahun
pelajaran 2013/2014.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan
di SD Negeri Blotongan 03 Salatiga maka dapat disimpulkan bahwa melalui
pendekatan scientific dan media
realia dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika
Kelas V. Pada pra siklus skor rata-rata kelas sebesar 55, siklus I meningkat
menjadi 71, dan pada siklus II meningkat menjadi 80. Adapun ketuntasan belajar
klsikal pada kondisi pra siklus 41%, pada siklus I meningkat menjadi 81%, dan
pada siklus II menjadi 93%. Skor minimal pada kondisi pra siklus sebesar 30,
pada siklus I menjdi 50, dan pada siklus II meningkat menjadi 56. Sedangkan
skor maksimal pada kondisi pra siklus 87, siklus I menjadi 95, dan pada siklus
II meningkat menjadi 100.
Saran
1.
Bagi Guru yang Kelasnya Diteliti
a.
Hendaknya guru tidak ragu menggunakan pendekatan scientific dengan media realia dalam
proses pembelajaran matematika maupun mata pelajaran lainnya agar dapat
mengaktifkan dan meningkatkan hasil belajar siswa.
b.
Guru hendaknya bersedia membuat media atau alat peraga
sendiri dan menggunakanya secara baik dalam pendekatan scientific pada mata pelajaran matematika (sederhana apapun yang
penting memenuhi kriteria dan prinsip penggunaanya).
c.
Guru harus memberikan pelajaran tambahan dan tugas rumah
untuk 2 siswa yang hasil belajarnya belum tuntas (<KKM 61).
2.
Bagi Siswa
a.
Pendekatan scientific
dengan media realia dapat diterapkan bagi siswa dengan karakteristik siswa yang
aktif, ulet, mandiri, percaya diri, dan disiplin belajar tinggi atau siswa yang
kurang aktif, kurang percaya diri, kurang mandiri dan kaku.
b.
Bagi 2 Siswa yang hasil belajarnya belum tuntas (<KKM 61),
hendaknya lebih aktif, fokus, dan tidak bermain sendiri saat proses
pembelajaran serta dapat bertanya jika ada permasalahan di dalam maupun di luar
pembelajaran.
3.
Bagi Sekolah Dasar/ Kepala Sekolah
a.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan dan lembaga sosial (Kepala
Sekolah) harus memberi dorongan dalam upaya menciptakan pembelajaran yang
memotivasi siswa dalam belajar
b.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan dan lembaga sosial (Kepala
Sekolah) sebaiknya memotivasi guru-guru lain agar dapat memberikan pembelajaran
dengan pendekatan scientific sesuai
dengan kurikulum 2013 yang sudah ditetapkan oleh kemdikbud (2013) untuk
diterapkan agar siswa menjadi lebih aktif dan berperan dalam pembelajaran.
c.
Sekolah harus dapat menyediakan sarana dan prasarana untuk
terlaksananya pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific.
d.
Pihak sekolah dalam hal ini kepala SD hendaknya menemui wali
murid yang bersangkutan untuk mengetahui permasalah sebenarnya yang dialami 2
siswa yang hasil belajarnya belum tuntas (<KKM 61) supaya sekolah dapat
mencari jalan keluar yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Asri. 2013. Pembelajaran Matematika dengan menggunakan Pendekatan Model Elicting
Activities untuk meningkatkan komunikasi Matematis Siswa SMP. Skripsi. S1
UPI Bandung.
BNSP. 2013. Permendikbud
nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: Depdikbud.
Depdiknas.
2005. Peraturan pemerintah Nomor 19 tahun
2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
________. 2006.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan .
Jakarta: Depdiknas.
Indriana,
D. 2011. Ragam Alat Baantu Media
Pengajaran. Mengenal, Merancang, dan
Mempraktikannya. Yogyakarta : DIVA Press.
Iskandar. 2008. Metodologi penelitian pendidikan dan Sosial.
Jakarta: GP Press.
Jihad, Asep &
Abdul Haris. 2013. Evaluasi Pembelajaran.
Yogyakarta: Multipresindo.
Kemdikbud. 2013. Pengembangan Kurikulum 2013. Paparan Mendikbud dalam Sosialisasi
Kurikulum 2013. Jakarta: Kemdikbud.
Pitadjeng. 2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan.
Jakarta: Depdiknas Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Purwanto. 2013 . Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sudjana, Nana. 2011. Penilaian
Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sudono.
2008. Sumber Belajar dan Alat Permainan.
Jakarta: PT Grasindo.
Suparni & Ibrahim. 2012. Pembelajaran Matematika Teori Dan
Aplikasinya. Yogyakarta: Suka press.
Supinah. 2008. Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan
Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.
Winnuly. 2013. Pengaruh Penggunaan Realia terhadap Kecerdasan Visual Spasial Anak
Kelompok A TK Dharma Wanita Desa Patihan kecamatan Widang Kabupaten Tuban.
Jurnal. Universitas Negeri Surabaya.